CONTOH DALIL YANG
MENUNJUKKAN KATA IMAMAH BERMAKNA
IMAMAH POLITIK
BAGIAN 2
Abdullah bin Umar (Radiyallahu 'anhuma) meriwayatkan bahwa Nabi (sallallahu 'alaihi wa sallam) bersabda:,
"Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung‐jawaban atas apa yang dipimpinnya, imam adalah seorang pemimpin yang akan dimintai
pertanggung‐jawaban atas rakyatnya”. [HR Al‐Bukhari]
Dalam bagian dari hadits Hudzaifah (Radiyallahu 'anhu), Nabi (sallallahu' alaihi wa sallam) bersabda:,
"Berpegang teguhlah pada jama'ah kaum muslimin dan imam mereka. " Aku berkata, "Dan jika mereka tidak memiliki jama'ah atau imam ?" beliau bersabda, "jauhilah olehmu semua kelompok itu, walaupun dengan menggigit akar pohon dan kematian
datang menjemputmu dan engkau dalam kondisi seperti itu." [Diriwayatkan oleh Al‐ Bukhari dan Muslim]
Qays Ibn Hazim meriwayatkan, bahwa Abu Bakar (radhiyallahu anhu) menemui seorang wanita dari suku Ahmas bernama Zainab dan melihat bahwa dia tidak berbicara kepada siapa pun. Beliau bertanya, "Mengapa dia tidak mau berbicara ?" Mereka berkata, "Dia bersumpah untuk melaksanakan haji tanpa berbicara dengan siapa pun." beliau berkata kepadanya, "Berbicaralah, sebab hal ini tidak
diperbolehkan.
Ini termasuk perbuatan jahiliyyah." Wanita itupun mulai berbicara, dan bertanya kepadanya: "Siapakah engkau ?" menjawab, "Seorang laki‐laki dari muhajirin." Dia bertanya, "Muhajirin yang mana ?" Beliau
menjawab, "Quraisy". Dia bertanya, "Quraisy cabang yang mana Anda berasal?" beliau pun mejawab, "Kau terlalu banyak bertanya. Aku adalah Abu Bakr. " Dia bertanya "Berapa lama kita akan tetap dalam kondisi baik ini, yang telah Allah anugerahkan, setelah kita sebelumnya berada di masa jahiliah ?” Abu
Bakar menjawab," Kau akan tetap seperti ini selama imam‐imam kalian memperlakukan kalian dengan adil." Wanita itu bertanya," Dan apa maksud imam‐imam itu ?" beliau menjawab, "Bukankah orang‐orangmu memiliki pemimpin dan pembesar yang perintahnya mereka taati?" wanita itu berkata, "Ya", Abu Bakar berkata, "Mereka itulah imam‐imam mereka." [diriwayatkan oleh Al‐Bukhari]
Di antara bukti yang digunakan untuk menyatakan bahwa imamah yang dimaksud dalam ayat di atas (al‐Baqarah: 124) adalah imamah dalam politik, yaitu bahwa para ulama tafsir menggunakan ayat ini sebagai dasar ketika menjelaskan sifat terpenting dari sifat‐sifat al‐imamah al‐kubra (kepemimpinan
terbesar, yaitu khilafah Islam) Sifat itu adalah al‐‘adalah (keadilan). Ketika Allah ('Azza wa Jalla) memberikan kepada nabi Ibrahim (alaihissalam) kedudukan mulia ini, yakni berupa imamah, beliau
mengerti keagungan dalam nikmat ini, sehingga ia segera meminta untuknya juga untuk keturunannya:
{Dia (Ibrahim) memohon, 'Dan juga (pemimpin) dari keturunanku ? "}
Hanya saja Allah memberitahukan syarat utama yang harus dipenuhi oleh siapa pun yang menginginkan posisi ini setelah dia. {(Allah) berfirman, 'perjanjian‐Ku tidak termasuk orang‐ orang yang zhalim. '}
Al‐Qurtubi (rahimahullah) mengatakan,
"Sejumlah ulama menggunakan ayat ini sebagai bukti bahwa imam haruslah seorang yang adil, berperilaku yang baik dan bijak, serta memiliki kekuatan untuk menjalankan perannya. Dan
imam yang seperti inilah yang mana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan umat Islam
untuk tidak memberontak terhadapnya, sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Adapun pendosa, tidak adil, dan bermoral tiran, maka individu seperti ini tidak memenuhi syarat untuk posisi ini, menurut kesimpulan dari pernyataan Allah, {perjanjian‐Ku tidak termasuk orang‐orang yang zhalim.} Atas alasan inilah Ibn Az‐Zubair dan Al Husain Ibn Ali memberontak.
Demikian juga, orang terbaik dari rakyat Irak dan ulama mereka memberontak melawan Al‐ Hajjaj, dan orang‐orang Madinah mengusir suku Bani Umayyah dari Madinah dan kemudian memberontak melawan mereka (penguasa Umayyah), sehingga (terjadi pembantaian) Al‐ Harrah yang dilakukan oleh Muslim bin ‘Uqbah atas mereka. "[Ahkamul‐ Qur'an, 2: 108]
Maka kami mengambil dalil dari perkataan ini, atas kebenaran pendapat yang kami pilih bahwa lafazh imamah mencakup dua makna, yaitu imamah dalam agama dan politik, dan keduanya memiliki syarat yang sama.
Catatan: al‐Qurtubi kemudian melanjutkan dengan mengatakan, "Mayoritas ulama mengmbil pendapat bahwa bersabar terhadap penguasa yang menindas lebih baik daripada memberontak melawannya, karena memberontak akan merubah rasa aman menjadi rasa takut, menyebabkan pertumpahan darah, melepaskan tangan‐tangan bodoh [untuk merugikan], memungkinkan terjadinya serangan yang akan dilakukan terhadap Muslim, dan menyebarnya korupsi di muka bumi.
Pendapat pertama [membolehkan pemberontakan] adalah pemikiran dari kelompok Mu'tazilah dan pendapat kaum Khawarij, jadi berhati‐hatilah. "[akhir kutipan] Pemberontakan melawan penguasa Muslim yang zhalim juga berlawanan dengan hadits‐hadits Nabi (sallallahu 'alaihi wa sallam) yang sangat jelas. Oleh karena itu, banyak ayat menunjukkan larangan awal memilih seorang Pemimpin
Muslim yang zhalim, tetapi tidak mengizinkan pemberontakan terhadap dirinya setelah dia mencapai kekuasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar