Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah berkata :
Ketahuilah –semoga Allah merahmatimu— sesungguhnya wajib bagi kita untuk mempelajari empat persoalan :
Pertama: Ilmu, yaitu mengenal Allah (makrifatullah), mengenal Nabi-Nya, dan mengenal agama Islam berdasarkan dalil-dalilnya.
Kedua: Amal, yaitu mengamalkan ilmu ini.
Ketiga: Dakwah, yaitu mengajak orang lain kepada ilmu ini.
Keempat: Sabar, yaitu bersabar menghadapi segala gangguan di dalamnya.
Dalilnya, firman Allah Ta’ala :
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al- ‘Ashr: 1-3).
Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah mengatakan, “Seandainya Allah tidak menurunkan hujah kepada makhluk-Nya selain surat ini, niscaya surat ini telah cukup (sebagai hujjah) bagi mereka.”
Dan Imam Al-Bukhari Rahimahullah mengatakan, “Bab: Ilmu Sebelum Ucapan dan Perbuatan”. Dalilnya firman Allah Ta’ala :
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (Muhammad: 19)
Dalam ayat tadi, Allah memerintahkan terlebih dulu untuk berilmu sebelum ucapan dan perbuatan.
Ketahuilah –semoga Allah merahmatimu— sesungguhnya wajib bagi setiap muslim dan muslimat untuk mempelajari dan mengamalkan ketiga perkara ini :
Pertama: Sesungguhnya Allah-lah yang menciptakan kita dan memberi rezeki kepada kita. Allah tidak membiarkan kita begitu saja dalam kebingungan, akan tetapi Dia
mengutus kepada kita seorang rasul. Maka barangsiapa menaati rasul tersebut, dia pasti akan masuk surga, dan barangsiapa menentangnya dia pasti akan masuk neraka.
Dalilnya firman Allah Ta’ala :
“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Makkah) seorang Rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Firaun. Maka Firaun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat.” (Al-Muzammil: 15-16)
Kedua: Sesungguhnya Allah tidak rela dipersekutukan dengan sesuatu apapun di dalam beribadah kepada-Nya, baik dengan seorang malaikat yang terdekat atau dengan seorang Nabi yang diutus menjadi Rasul.
Dalilnya firman Allah Ta’ala :
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (Al-Jinn: 18)
Ketiga: Barangsiapa mentaati Rasulullah Shallallahu 'Alayhi Wasallam serta mentauhidkan Allah, maka dia tidak boleh ber-muwalah (mencintai) orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, sekalipun mereka itu keluarga terdekat.
Dalilnya firman Allah Ta’ala :
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itu adalah golongan yang beruntung.” (Al-Mujadilah: 22)
Ketahuilah –semoga Allah membimbingmu untuk mentaati-Nya— sesungguhnya agama hanif ajaran Nabi Ibrahim 'Alayhi Sallam adalah engkau beribadah kepada Allah secara ikhlas dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Inilah yang diperintahkan Allah kepada seluruh manusia dan hanya untuk itulah sebenarnya mereka diciptakan, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (Adz-Dzariyat: 56)
Makna “mereka beribadah kepada-Ku” adalah “mereka mentauhidkan-Ku”.
Dan perintah Allah yang paling agung adalah tauhid, yaitu memurnikan ibadah hanya untuk Allah semata. Sedangkan larangan Allah yang paling besar adalah syirik, yaitu
menyembah selain Allah di samping menyembah-Nya.
Dalilnya firman Allah Ta’ala :
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (An-Nisaa`: 36)
Kemudian apabila engkau ditanya, “Apakah tiga landasan utama yang wajib diketahui oleh manusia?” Maka jawablah, “Yaitu mengenal Rabb, mengenal agama-Nya, dan mengenal Nabi Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wasallam.”
Landasan Pertama: Mengenal Allah
Apabila engkau ditanya, “Siapakah Rabbmu ?” Maka jawablah, “Rabbku adalah Allah yang telah memelihara diriku dan memelihara seluruh alam semesta ini dengan segala kenikmatan-Nya. Dan Allah-lah sesembahanku, aku tidak memiliki sesembahan (yang haqq) selain-Nya.”
Dalilnya firman Allah Ta’ala :
“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.” (Al-fatihah: 2).
Segala sesuatu selain Allah disebut “alam”, dan aku adalah bagian dari alam semesta ini.
Selanjutnya, jika engkau ditanya, “Melalui apakah engkau mengenal Rabbmu ?” Maka jawablah, “Melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya dan melalui segenap ciptaan-Nya. Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Sedangkan di antara ciptaan-Nya adalah tujuh langit dan tujuh bumi beserta segala makhluk di dalam keduanya serta yang ada di antara keduanya.”
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.” (Fushshsilat: 37)
Dan juga firman-Nya :
“Sesungguhnya Rabbmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia ber-istiwa di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam.” (Al-A’raaf: 54)
Rabb adalah yang haqq untuk disembah (al-ma’bud).
Dalilnya, firman Allah Ta’ala :
“Hai manusia, sembahlah Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 21-22)
Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan, “Sang Pencipta segala sesuatuinilah yang berhak untuk diibadahi.”
Dan macam-macam ibadah yang diperintahkan Allah, antara lain: Islam, iman, ihsan, doa, rasa takut, pengharapa (ar-rajaa`), tawakal, minat (ar-raghbah), kecemasan (ar-rahbah), khusyuk, al-khasyyah (takut), al-inabah (kembali kepada Allah), al-isti’anah (memohon pertolongan), al-isti’adzah (memohon perlindungan), penyembelihan, nazar,
dan macam-macam ibadah lainnya yang diperintahkan oleh Allah, dan seluruhnya hanya untuk Allah.
Dalilnya firman Allah Ta’ala ;
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (Al-Jinn: 18)
Karena itu, barangsiapa memalingkan satu saja dari ibadah-ibadah tersebut untuk selain Allah, maka dia adalah musyrik dan kafir.
Dalilnya firman Allah Ta’ala :
“Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (Al-Mukminun: 117)
Dan di dalam hadits: “Doa adalah dasar ibadah.”
Dalil doa adalah firman Allah Ta’ala :
“Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.’ Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Ghafir: 60)
Dalil al-khauf (takut) adalah firman Allah Ta’ala :
“…karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Ali ‘Imran: 175)
Dalil ar-rajaa` (pengharapan) adalah firman Allah Ta’ala:
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi: 110).
Dalil tawakal (berserah diri) adalah firman Allah Ta’ala :
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Al-Maa`idah: 23)
Dan juga firman-Nya :
“…Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (Ath-Thalaq: 3)
Dalil ar-raghbah (penuh minat), ar-rahbah (cemas), dan khusyuk (ketundukan) adalah firman Allah Ta’ala :
“…Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu´ kepada Kami.” (Al-Anbiyaa`: 90)
Dalil al-khasyyah (rasa takut) adalah firman Allah Ta’ala :
“… Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja)…”(Al-Baqarah: 150)
Dalil al-inabah (kembali kepada Allah) adalah firman Allah Ta’ala :
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (Az-Zumar: 54)
Dalil al-isti’anah (memohon pertolongan) adalah firman Allah Ta’ala :
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (Al-Fatihah: 5)
Dan diriwayatkan di dalam hadits: “Apabila kamu memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah.”
Dalil al-isti’adzah (memohon perlindungan) adalah firman Allah Ta’ala :
“Katakanlah: ‘Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh.’” (Al-Falaq: 1)
Dan firman-Nya :
“Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia.’” (An-Naas: 1-2)
Dalil istigasah adalah firman Allah Ta’ala :
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (Al-Anfal: 9)
Dalil penyembelihan adalah firman Allah :
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (Al-An’am: 162-163)
Dan dalil dari As-Sunnah: “Allah melaknat orang yang menyembelih (binatang) bukan karena Allah.”
Dalil nazar adalah firman Allah Ta’ala :
“Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (Al- Insan: 7)
Landasan Kedua: Mengenal Islam Berdasarkan Dalil-Dalil
Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan penuh ketaatan serta berlepas diri dari syirik dan orang-orang musyrik. Islam mempunyai tiga tingkatan, yaitu: Islam, Iman, dan Ihsan. Masing-masing tingkatan memiliki rukun-rukunnya.
Tingkatan Pertama: Islam
Islam memiliki lima rukun: Syahadat bahwa tiada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah; Mendirikan shalat; Menunaikan zakat; Puasa pada
bulan Ramadhan; dan haji ke Baitullah Al-Haram.
Dalil syahadat adalah firman Allah Ta’ala :
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ali ‘Imran: 18)
Makna “La Ilaha Illallah”: tiada sesembahan (al-ma’bud) yang haqq selain Allah.
“La Ilaha”, menafikan segala bentuk sesembahan selain Allah.
“Illallah”, adalah menetapkan bahwa ibadah (penghambaan) hanya untuk Allah semata, tiada sekutu di dalam ibadah kepada-Nya, sebagaimana tiada sekutu di dalam kekuasaan-Nya.
Tafsir makna syahadat tersebut dijelaskan oleh firman Allah Ta’ala :
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapakny dan kaumnya: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah)
Tuhan Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku”. Dan (lbrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu.” (Az-Zukhruf: 26-28)
Dan firman Allah Ta’ala :
“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apapun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (Ali ‘Imran: 64)
Adapun dalil syahadat bahwa Muhammad itu Rasulullah (utusan Allah) adalah firman Allah Ta’ala :
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (At-Taubah: 128)
Makna syahadat bahwa Muhammad Rasulullah adalah mematuhi apa yang diperintahkan beliau, membenarkan apa yang diberitakan beliau, menjauhi apa yang dilarang serta dicegah oleh beliau, dan beribadah kepada Allah dengan apa yang disyariatkan.
Dalil shalat, zakat, dan tafsir kalimat tauhid adalah firman Allah Ta’ala :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah: 5)
Dalil shaum (puasa) adalah firman Allah Ta’ala :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al- Baqarah: 183)
Dalil haji, firman Allah Ta’ala :
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Ali Imran: 97)
Tingkatan kedua: Iman
Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang paling tinggi adalah syahadat “La Ilaha Illallah”, sedang cabang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu adalah salah satu cabang iman.
Rukun iman ada enam yaitu:
1. Iman kepada Allah;
2. Iman kepada para malaikat-Nya;
3. Iman kepada kitab-kitabNya;
4. Iman kepada para rasul-Nya;
5. Iman kepada Hari Akhir;
6. Iman kepada qadar, yang baik maupun yang buruk.
Dalil keenam rukun ini, firman Allah Ta’ala :
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi...” (Al-Baqarah: 177)
Dan firman Allah Ta’ala :
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurutukuran.” (Al-Qamar: 49)
Tingkatan ketiga: Ihsan
Ihsan, rukunnya hanya satu, yaitu “Beribadahlah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Dalilnya, firman Allah Ta’ala :
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (An-Nahl: 128)
Juga firman Allah Ta’ala :
“Dan bertawakallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Asy-Syu’araa`: 217-220)
Juga firman Alla Ta’ala :
“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya…” (Yunus: 61)
Adapun dalil dari As-Sunnah adalah hadits Malaikat Jibril yang masyhur, yang diriwayatkan dari Umar bin Al-Khattab Radiallahu 'Anhu, dia menceritakan, “Ketika kami sedang duduk di sisi Nabi Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wasallam tiba-tiba muncul ke arah kami seorang laki-laki, sangat putih pakaiannya, hitam pekat rambutnya tidak nampak padanya tanda-tanda bekas bepergian jauh dan tiada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Lalu orang itu duduk di hadapan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wasallam dengan menyandarkan kedua lututnya ke kedua lutut beliau serta meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha beliau, seraya bertanya,
‘Wahai Muhammad, beritahu aku tentang Islam !’ Maka Nabi menjawab, ‘Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada ilah yang haqq selain Allah dan sesungguhnya Muhammad
adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan shaum di bulan Ramadhan, dan melaksanakan haji ke Baitullah jika mampu untuk mengadakan perjalanan ke sana.’ Lelaki itu pun berkata, ‘Engkau benar.’
Umar mengomentari, ‘Kami merasa heran kepadanya, dia bertanya kepada beliau, namun dia juga membenarkan beliau.’ Lalu dia berkata lagi, ‘Beritahu aku tentang iman !’
Beliau menjawab, ‘Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para rasul-Nya, Hari Akhir, serta beriman kepada qadar yang baik dan yang buruk.’
Orang itu pun berkata lagi, ‘Engkau benar.’ Kemudian dia berkata, ‘Beritahu aku tentang Ihsan !’ Beliau mejawab, ‘Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.’ Dia berkata lagi, ‘Beritahulah aku tentang Hari Kiamat !’ Beliau menjawab, ‘Orang yang
ditanya tentang hal tersebut tidak lebih tahu daripada orang yang bertanya.’
Maka orang itu pun berkata, ‘Beritahulah aku (sebagian dari) tanda-tanda Hari Kiamat !’ Beliau mejawab, ‘Yaitu apabila ada budak wanita melahirkan tuannya dan apabila
engkau melihat orang-orang tak beralas kaki, tak berpakaian, melarat lagi menggembala domba, namun saling berlomba-lomba membangun bangunan yang tinggi.’
Umar berkata, ‘Laki-laki itu kemudian pergi, sementara kami berdiam diri dalam waktu yang lama, sehingga Nabi bertanya, ‘Wahai Umar! tahukah engkau, siapa orang yang
bertanya itu?’ Aku menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’ Beliau pun bersabda, ‘Dia adalah Jibril, telah datang kepada kalian untuk mengajarkan urusan agama kalian.’”
Landasan Ketiga: Mengenal Nabi Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wasallam
Beliau adalah Muhammad putra Abdullah putra Abdul Muthalib putra Hasyim. Hasyim termasuk suku Quraisy, suku Quraisy termasuk bangsa Arab, sedang bangsa Arab
termasuk keturunan Nabi Ismail, putra Nabi Ibrahim Al-Khalil. Semoga Allah melimpahkan sebaik-baik shalawat dan salam kepadanya dan kepada Nabi kita.
Beliau berumur 63 tahun; di antaranya 40 tahun sebelum beliau menjadi nabi dan 23 tahun sebagai nabi serta rasul.
Beliau diangkat sebagai Nabi dengan “iqra” (bacalah) dan diangkat sebagai Rasul dengan surat “Al- Muddatstsir”.
Negeri asal beliau adalah Makkah, dan berhijrah ke Madinah. Allah mengutus beliau untuk menyampaikan peringatan agar menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :
“Wahai orang yang berkemul (berselimut)! Bangunlah, lalu sampaikanlah peringatan. Dan Tuhanmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah.” (Al-Muddatstsir: 1-7)
Makna “sampaikanlah peringatan”, adalah menyampaikan peringatan untuk menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid. “Tuhanmu agungkanlah”, yaitu agungkanlah Dia
dengan tauhid. “Dan pakaianmu bersihkanlah”, artinya adalah bersihkanlah amalan-amalanmu dari syirik. “Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah”, artinya adalah jauhkanlah dari berhala dan orang-orang yang menyembahnya serta berlepas diri dari berhala itu dan dari orang-orang yang menyembahnya.
Beliau pun melaksanakan perintah ini selama sepuluh tahun, mengajak manusia kepada tauhid. Setelah sepuluh tahun itu, beliau di-mi’raj-kan (diangkat naik) ke atas langit dan diwajibkan shalat lima waktu kepada beliau.
Beliau melaksanakan shalat di Makkah selama tiga tahun.
Kemudian, sesudah itu, beliau diperintahkan untuk berhijrah ke Madinah.
Hijrah adalah berpindah dari negeri syirik ke negeri Islam. Hijrah merupakan kewajiban umat ini, berpindah dari negeri syirik ke negeri Islam. Dan kewajiban tersebut hukumnya tetap berlaku hingga Hari Kiamat.
Dalil yaitu firman Allah Ta’ala :
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini ?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah).” Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya-upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (An-Nisaa`: 97-99)
Dan firman Allah Ta’ala :
“Hai hamba-hambaKu yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja.” (Al-’Ankabut: 56)
Al-Baghawi Rahimahullah menjelaskan, “Sebab turun ayat ini adalah ia ditujukan kepada kaum muslimin yang masih berada di Makkah, dan mereka itu belum juga berhijrah. Karena itu, Allah menyeru kepada mereka dengan panggilan ‘orang-orang beriman’.”
Adapun dalil tentang hijrah dari As-Sunnah adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'Alayhi Wasallam : “Hijrah tetap akan terhenti selama pintu taubat belum ditutup, sedang pintu taubat tidak akan ditutup hingga matahari terbit dari arah Barat.”
Setelah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wasallam menetap di Madinah, beliau
diperintahkan menjalankan syariat-syariat Islam lainnya, semisal zakat, puasa, haji, jihad, azan, amar makruf dan nahi mungkar, serta syariat-syariat Islam lainnya.
Beliau pun melaksanakan perintah untuk menyampaikan hal tersebut selama sepuluh tahun. Sesudah itu, beliau wafat, dan agama tetap dalam keadaan lestari. Inilah agama
yang beliau bawa. Tiada suatu kebaikan melainkan beliau tunjukkan kepada umatnya. Dan tiada suatu keburukan melainkan beliau memperingatkan umat agar menjauhinya.
Kebaikan yang beliau tunjukkan adalah tauhid serta segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah. Sedangkan keburukan yang beliau peringatkan agar dijauhi adalah kesyirikan serta segala sesuatu yang dibenci dan dimurkai Allah.
Allah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wasallam untuk seluruh umat
manusia, dan Allah mewajibkan kepada seluruh jin dan manusia untuk mentaati beliau.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :
“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua…” (Al-A’raf: 158)
Juga firman Allah Ta’ala :
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Maa`idah: 3)
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wasallam telah wafat adalah firman Allah Ta’ala :
“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). Kemudian sesungguhnya kamu pada Hari Kiamat akan berbantah-bantah di hadapan Tuhanmu.” (Az-Zumar: 30-31)
Dan manusia sesudah mati akan dibangkitkan kembali.
Dalilnya, firman Allah Ta’ala :
“Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.”(Thaha:55)
Dan firman Allah Ta’ala :
“Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada Hari Kiamat) dengan sebenar-benarnya.” (Nuh: 17-18)
Setelah manusia dibangkitkan, mereka akan dihisab (dihitung) dan diberi balasan sesuai dengan perbuatan mereka.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :
“Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).” (An-Najm: 31)
Barangsiapa yang tidak mendustakan Hari Kebangkitan ini, maka dia kafir. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :
“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: “Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (At-Taghabun:7)
Allah telah mengutus semua rasul sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Dalilnya firman Allah Ta’ala :
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(An-Nisaa`: 165)
Rasul pertama adalah Nabi Nuh 'Alayhi Sallam dan rasul terakhir adalah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wasallam. Dalil yang menunjukkan bahwa rasul pertama adalah Nabi Nuh, firman Allah Ta’ala :
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya´qub dan anak
cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (An-Nisaa`: 163)
Dan Allah telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat, mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi Muhammad. Allah memerintahkan mereka untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang mereka beribadah kepada thaghut.
Dalilnya firman Allah Ta’ala :
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu…” (An-Nahl: 36)
Dengan demikian, Allah telah mewajibkan kepada seluruhhamba-Nya untuk kafir kepada thaghut dan hanya beriman kepada-Nya saja. Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan, “Thaghut adalah segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melebihi batasannya, baik itu sesuatu yang diibadahi, diikuti, atau ditaati.”
Thaghut itu ada banyak macamnya, tokoh-tokohnya ada lima:
1. Iblis yang telah dilaknat oleh Allah;
2. Orang yang disembah, sedang dia sendiri rela;
3. Orang yang mengajak manusia untuk beribadah kepada dirinya;
4. Orang yang mengklaim mengetahui sesuatu hal gaib;
5. Orang yang memutuskan sesuatu dengan selain yang telah diturunkan Allah.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 256)
Inilah makna (hakikat) dari “La Ilaha Ilallah”. Dan diriwayatkan di dalam hadits, Rasulullah Shallallahu 'Alayhi Wasallam bersabda,
“Pokok perkara adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat, sedang ujung tulang punggungnya (puncaknya) adalah jihad fi sabilillah.”
Hanya Allah-lah yang Maha Tahu. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga, dan para sahabat beliau.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar